Senin, 17 Agustus 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, ditunjukkan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2004).
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
Perilaku kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Perilaku kekerasan juga dapat diartikan sebagai agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak saat lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara terus menerus, maka ia menampakan reaksi berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menahan nafasnya (Barry, 1998). Setelah anak bertambah dewasa, maka ia akan menampakkan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi, seperti melempar barang, menjerit, menahan nafas, mencakar, merusak atau bersikap agresif terhadap barang mainannya. Bila reward dan punishment tidak dijalankan, maka ia cenderung mengganggap perbuatan tersebut benar.
Kontrol lingkungan seputar anak yang tidak berfungsi dengan baik, menimbulkan reaksi agresi pada anak yang akan bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga bila ia merasa benci dan frustasi dalam mencapai tujuannya ia akan bertindak angesif. Hal ini akan bertambah apabila ia merasa kehilangan orang-orang yang ia cintai atau orang yang berarti. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau kepanikan (takut). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal disuatu sisi dan kekerasan disisi yang lain.
C. RENTANG RESPON PERILAKU KEKERASAN
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berflutuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Asertif frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar 3. Rentang Respon Marah
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanan yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permesive).
4. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
E. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
F. TANDA DAN GEJALA
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Tanda dan gejala perilaku kekerasan didapatkan dari observasi dan wawancara.
1. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak seperti : merampas makanan, memukul jika tidak senang.
2. Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN
H. RENCANA KEPERAWATAN
TUM :
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Klien mau membalas salam, menjabat tangan, menyebutkan nama, tersenyum, kontak mata.
Rencana Tindakan :
1. Beri salam /panggil nama
2. Sebutkan nama perawat.
3. Jelaskan maksud hubungan interaksi
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
TUK 2
Klien dapat mendefinisikan penyebab perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien mengungkapkan perasaannya, mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, lingkunga/orang lain).
Rencana Tindakan :
1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal.
TUK 3
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel, menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami.
Rencana Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal
2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
TUK 4
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, bermain peran dengan perilaku kekerasan dan dapat dilakukan cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak.
Rencana Tindakan :
1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3. Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
TUK 5
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
Rencana Tindakan :
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan.
3. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”
TUK 6
Klien dapat mendefinisikan cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan, Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
Rencana Tindakan :
1. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam, jika sedang kesal/memukul bantal/kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang kesal/tersinggung/jekel (saya kesal anda berkata seperti itu)
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif. Latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : anjurkan klien sembahyang berdoa/ibadah : meminta pada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu pada Tuhan tentang kejengkelan.
TUK 7
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan : fisik (tarik nafas dalam, olahraga, pukul kasur/bantal), verbal (mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti), spiritual (sembahyang, berdoa).
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
2. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu klien menstimulasikan tersebut (role play).
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
5. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel/marah
6. Susun jadwal melakukan cara yang telah dipelajari
TUK 8
Klien dapat menggunakan obat dengan benar,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan kegunaannya, klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter.
3. Jelaskan prinsip benar minum obat.
4. Jelaskan manfaat minum obat dan efek obat yang diperhatikan.
5. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
6. Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
7. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
TUK 9
Klien mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Keluarga klien dapat : menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
Rencana Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara-cara merawat klien :
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
b. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
c. Membantu klien mengenal penyebab marah
4. Bantu keluargamendemostrasikan cara merawat klien.
5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
TUK 10
Klien mendapat perlidungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku kekerasan
Rencana Tindakan :
1. Bicara tenang, gerakan tidak terburu-buru, nada suara rendah, tunjukkan kepedulian.
2. Lindungi agar klien tidak mencederai orang lain dan lingkungan.
3. Jika tidak dapat diatasi lakukan : pembatasan gerak atau pengekangan.
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/JIWA
Maramis, W.F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 9, Airlangga University Press, Surabaya.
Stuart G.W. and Sundeen (1995). Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed). St. Louis Mosby Year Book.
Stuart dan Laraia (2001). Principle and Practice of Psychiatric Nursing, Edisi 6, St. Louis Mosby Year Book.
Townsend. (1998). Diagnosis Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : pedomanan Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan EGC, Jakarta (terjemahan).
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Jakarta.

DEMAM BERDARAH DENGUE

DEFENISI
Demam dengue /DF dan demam berdarah dengue /DBD (dengue hemoragik fever /DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinik demam, nyeri otot da/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
ETIOLOGI

Demam berdarah dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .
Terdapat 4 serotipe virus yaitu, DEN-1, DEN-2,DEN-3,DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese enchephalitis, dan West Nile virus.
EPIDEMIOLOGI
Pada penyebaran virus ini, dikenal 2 jenis transmisi, yaitu dengue kota (urban dengue) dimana rantai penularannya adalah manusia-nyamuk-manusia dan dengue hutan (jungle dengue) dimana rantai penularannya adalah manusia-nyamuk-monyetr-nyamuk-manusia. Nyamuk penting dalam rantai penularan dengue di kota-kota besar adalah Aedes Aegypti sedangkan di hutan adalah Aedes niveus.
Virus dengue tersebar sangat luas di benua Asia, Afrika, Amerika dan juga Australia dengan endemisitas dan kombinasi tipe virus yang belum tentu sama. Asia tenggara termasuk salah satu wilayah endemik dimana keempat tipe virus dapat ditemukan.
Manifestasi infeksi virus dengue sangat beragam mulai dari tanpa gejala, demam ringan, demam dengue, dan demam berdarah dengue. Dalam kenyataan, jumlah kasus dengan manifestasi klinis ringan dalam bentuk tanpa gejala dan demam ringan ternyata merupakan mayoritas. Diperkirakan kasus dengan manifestasi demam berdarah dengue hanya merupakan kira-kira 5 % dari seluruh kasus infeksi virus dengue. Kelompok yang bermanifestasi ringan tersebut secara klinik sukar didiagnosis.
MANIFESTASI KLINIK
Spektrum klinik infeksi virus dengue sangat beragam, mulai yang asimptomatik, demam ringan, demam dengue sampai demam berdarah dengue. Yang disebut terakhir dapat pula menyebabkan renjatan dan/atau ensefalopati.
Pada bayi dan anak, demam dengue bermanifestasi sebagai demam yang disertai ruam makulopapuler. Pada anak lebih besar dan dewasa, manifestasinya lebih berat dan menimbulkan trias gejala yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam makulopapuler. Demam dengue akan sembuh tanpa meninggalkan gejala sisa dan biasanya tidak menyebabkan kematian.
Gejala utama pada demam berdarah adalah demam tinggi, fenomena perdarahan dan hepatomegali. Pada anak sering pula disertai rasa nyeri di perut. Kadang-kadang terjadi kegagalan sirkulasi. Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan khas. Hemokonsentrasi dan peningkatan nilai hematokrit yang terjadi sebagau akibat adanya kebocoran plasma adalah pembeda utana denam dengue dan demam berdarah dengue.
Demam biasanya timbul mendadak dan disertai gejala tak khas lain. Demam biasanya tinggi dan berlangsung selama 2- 7 hari untuk kemudian kambali menjadi normal. Pada awal demam, fenomena perdarahan berupa petekie mungkin ditemukan di ekstremitas, muka,aksila dan palatum molle. Sementara ruam makulopap, minimal uji tourniuler mungkin ditemukan pada masa konvalesen penyakit. Hati biasanya membesar tetapi jarang disertai splenomegali. Kegagalan sirkulasi biasanya terjadi pada masa suhu tubuh telah turun.
Menurut World Health Organization, secara klinis diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan jika ditemukan dua kriteria klinik ditambah trombositopenia (kurang dari 100.000 per ml) dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit minimal 20 %. Kriteria klinik dimaksud adalah:
1. Demam mendadak, tinggi, dan berlangsung 2-7 hari.
2. Fenomena perdarahan, minimal uji tourniquet positif.
3. Hepatomegali
4. Renjatan.
Berdasarkan rincian gejalanya, demam berdarah dengue dibagi atas empat yaitu:
1. Derajat 1:
Jika gejala perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif.
2. Derajat 2:
Jika gejala perdarahan spontan.
3. Derajat 3:
Jika gejala kegagalan sirkulasi mulai tampak. Nadi menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun.
4. Derajat 4:
Jika renjatan menjadi berat. Nadi seringkali tak teraba.
Selain menimbulkan sindroma gejala seperti di atas, infeksi dengue juga menimbulkan sindroma unusual dengue atau demam berdarah dengue tak lazim. Dalam hal ini terjadi gejala ensefalopati dan/ atau renjatan.
PATOGENESIS
Dengan terhisapnya darah viremik oleh vektor, virus berkembang biak dan setelah suatu periode tertentu, virus akan ditemukan di dalam kelenjar ludahnya. Vektor siap untuk meneruskan rantai penularan. Waktu yang diperlukan sejak vektor menghisap darah viremik sampai vektor siap meneruskan rantai penularan disebut masa tunas ekstrinsik dan untuk virus dengue kara-kira 8-10 hari.
Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel sistem retikuloendotel dan menimbulkan viremia yang dimulai menjelang gejala klinik tampak sampai 5-7 hari setelahnya. Sebagai rewaksi terhadap infeksi tubuh akan membuat antibodi anti dengue, baik berupa antibodi netralisasi, antibodi penghambat aglutinasi, dan antibodi pengikat komplemen. Pada infeksi primer, antibodi yang pertama timbul adalah antibodi netralisasi, yaitu pada hari kelima minggu pertama- minggu keempat untuk kemudian turun dengan lambat dan keberadaannya dapat bertahan seumur hidup. Antibodi netralisasi merupakan antibodi yang paling spesifik untuk tipe virus penyerang (type-spesific antibody).
Beberapa hari kemudian, antibodi hambatan hemaglutinasi timbul dan naik titernya sejajar dengan kenaikan titer antibodi netralisasi untuk kemudian menurun lebih cepat daripada antibodi netralisasi dan bertahan dalam tubuh bertahun-tahun. Antibodi hambatan hemaglutinasi sangat bereaksi silang dengan tipe virus dengue yang lain dan juga dengan anggota flavivirus lain (group spesific antibody).
Antibodi ketiga yang timbul adalah antibodi pengikat komplemen. Antibodi ini timbul mulai minggu kedua-ketiga dan titernya naik cepat hampir sejajar dengan kenaikan titer antibodi hambatan hemaglutinasi dan mencapai titer maksimum setelah satu-dua bulan atau setelah penyakitnya hilang. Kemudian antibodi ini turun dalam 1-3 tahun. Antibodi pengikat komplemen juga bereaksi silang dengan flavivirus lain.
Patofisiologi perdarahan pada demam berdarah dengue belum diketahui pasti karena belum adanya bibatang model yang tepat untuk percobaan. Beberapa fakta yang telah diketahui dan dianggap terkait dengan kejadian perdarahan adalah:
1. Virus Dengue mampu berikatan dengan sel trombosit dan dengan bantuan antibodi anti dengue, trombosit mengalami agregasi.
2. Fungsi trombosit pada penderita demam berdarah dengue terganggu.
3. Konsumsi komplemen pada penderita demam berdarah dengue meningkat sebagai akibat pengaktivan sistem komplemen.
4. Pada mencit, infeksi dengue merangsang sel limfosit T membentuk limfokin. Limfokin diketahui mampu merangsang pelepasan histamin dan sel pengandungnya.
5. Terjadinya aktivasi sistem kinin yang berperan dalam proses koagulopati.
6. Sel monosit terinfeksi virus dengue mengekspresikan penghambat plasminogen activator 2-3 kali lebih banyak dari pada sel normal. Zat ini diketahui mampu menyebabkan ketidakseimbangan hemostasis.
7. Adanya klon sel limfosit T yang teraktivasi oleh virus dengue dan klon ini mampu melisiskan sel yang terinfeksi oleh virus dengue tipe lain.
8. Antigen virus dengue dan sel monosit terinfeksi virus dengue merangsang limfosit manusia membentuk interferon alfa dan gamma. Interferon gamma ini in vitro diketahui mampu merangsang masuknya virus ke dalam sel.
9. Virus dengue mampu berkembang biak dalam sel endotel manusia dan telah diketahui bahwa integritas sel endotel ini penting dalam sistem hemostasis.
10. Gambaran patologi bahan otopsi menunjukkan adanya depresi sumsum tulang termasuk alur megakariosit.
11. Penderita demam berdarah dengue lebih banyak ditemukan pada infeksi sekunder yang terjadi oleh virus dengue tipe 2 atau 3. Selain itu telah pula dilaporkan adanya kasus-kasus demam berdarah dengue pada infeksi primer. Data ini menunjukkan bahwa virulensi virus dengue mungkin tidak sama, galur-galur tertentu mungkin lebih virulen daripada yang lainnya.
PATOLOGI
Hasil otopsi menunjukkan bahwa pada kasus demam berdarah dengue gambaran patologi makroskopik menunjukkan hepatomegali, efusi di berbagai rongga badan dan perdarahan. Menurut frekuensi kejadiannya, perdarahan ditemukan berturut-turut di kulit, jaringan bawah kulit, mukosa usus, jantung dan hati. Perdarahan di subarakhnoid dan otak jarang ditemukan. Mikroskopik kelainan ditemukan pada hati, jaringan limfoid, jantung, paru dan ginjal. Pembuluh darah biasanya tidak menunjukkan kelainan, kecuali pembuluh kapiler, arteriol, dan venula. Pada jenis pembuluh darah tersebut dapat ditemukan adanya pembengkakan sel endotel, perdarahan perivaskuler yang disertai infiltrasi limfosit dan sel mononukleus lain. Bekuan intravaskuler pada pembuluh darah kecil ditemukan pada orang dewasa dengan gejala berat. Pada jaringan limfoid dapat ditemukan pengurangan pulpa alba disertai limfositolisis dan limfofagositosis. Sedangkan pada centrum germinativum-nya tampak peningkatan aktivitas. Tampak jelas proliferasi sel plasma dan sel limfoblastoid. Sedangkan pada sumsum tulang dapat ditemukan adanya gangguan proliferasi sel yang biasanya menghilang sejalan dengan menghilangnya gejala demam.
Pada hati ditemukan nekrosis fokal, pembengkakan badan Councilman dan degenerasi hialin sel Kupffer. Sedangkan pada ginjal dapat ditemukan gambaran glomerulonefritis akibat deposisi komplek imun.
DIAGNOSIS
Terdapat beberapa cara pemeriksaan mikrobiologik, yaitu:
1. Pemeriksaan kenaikan titer antibodi anti dengue
2. Pemeriksaan titer antibodi anti dengue sewaktu
3. Pemeriksaan antigen dengue atau komponen virus dengue lain
4. Isolasi dan identifikasi virus.
Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah darah/ serum. Bahan biopsi, walau tak lazim, juga dapat dipakai untuk deteksi antigen virus dengue. Bahan lain untuk isolasi virus atau pemeriksaan antigen virus adalah bahan otopsi berupa jaringan hati, limpa, kelenjar getah bening.
Untuk isolasi, darah/serum dapat diinokulasikan pada biakan sel, mencit bayi, nyamuk atau larvanya. Keberhasilan isolasi ini sangat bergantung pada saat pengambilan darah, jumlah darah, proses pengiriman darah ke laboratorium dan teknik pengujian di laboratorium. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu kira-kira 1 minggu atau lebih dan secara teknik sukar, cara ini kurang dianjurkan untuk pemeriksaan rutin. Darah yang dijenuhkan ke kertas saring tak baik untuk isolasi virus. Untuk pemeriksaan titer antibodi anti dengue sesaat biasanya dipakai cara enzyme-linked immunoassay/EIA. Pemeriksaan yang dikerjakan dapat berupa penetapan IgM anti dengue atau penetapan antibodi anti dengue total. Untuk cara terakhir, kit komersial tidak tersedia. Cara pemeriksaan ini hasilnya cepat dan tidak memerlukan pengambilan darah dua kali. Hal penting yang harus dipertimbangkan dari hasil pemeriksaan cara ini adalah:
1. Antibodi dalam tubuh yang timbul sebagai akibat infeksi oleh anggota flavivirus bukan dengue akan bereaksi silang dengan virus dengue. Karena itu spesifisitasnya bergantung kepada komposisi komponen virus dengue yang dipakai dalam sistem pemeriksaan.
2. Antibodi anti dengue kelas IgM yang diinduksi oleh infeksi virus dengue muncul beberapa hari setelah timbulnya gejala klinik dan menghilang beberapa bulan kemudian.
3. Antibodi anti dengue kelas IgG dapat bertahan dalam tubuh bertahun-tahun lamanya dan akan mengalami boosting effect oleh infeksi flavivirus berikutnya.
Untuk pemeriksaan kenaikan titer antibodi, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara: EIA, uji hambatan hemaglutinasi, uji netralisasi, uji pengikatan komplemen.
Uji netralisasi dikerjakan dengan menginokulasikan kedalam biakan sel atau otak bayi mencit virus yang terlebih dahulu dicampur dengan serum. Jika antibodi netralisasi terdapat dalam serum, infektifitas virus akan berkurang sampai hilang. Uji netralisasi biasanya tidak dilakukan untuk pemeriksaan rutin karena teknis lebih sukar dilakukan. Pada infeksi primer, hasil uji netralisasi dapat menentukan tipe virus penyebab, tetapi pada infeksi sekunder biasanya tidak. Pada infeksi sekunder, antibodi netralisasi tertinggi tertuju pada tipe virus penyebab terdahulu. Fenomena terakhir disebut sebagai original antigenic sin.
Uji pengikatan komplemen kurang sensitif dibandingkan uji netralisasi dan uji hambatan hemaglutinasi dan hanya mendeteksi antibodi yang mampu berikatan dengan komplemen saja. Selain itu, darah dalam kertas dsaring tak dapat dipakai karena mengalami hemolisis.
Uji hambatan hemaglutinasi merupakan uji yang baik untuk pemeriksaan rutin karena teknis mudah dilakukan dan sensitivitasnya tinggi. Uji ini menetapkan titer antibodi anti dengua yang dapat menghambat kemampuan virus dengue mengaglutinasikan sel darah merah angsa.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1 %. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai dengan indikasi.
2. Praktis dalam pelaksanaannya.
3. Memperhatikan cost effectivness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:
a. Protokol 1
Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok. Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit(Ht), dab trombosit, bila:
1. Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,Ht leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalasi Gawat Darurat.
2. Hb, Ht, normal tetapi trombosit <>
3. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
b. Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangkan DBD dewasa di ruang gawat. Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:
1500+ {20x(BB dalam kg-20)}
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Ht, Hb tiap 24 jam:
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit <>
2. Bila Hb, Ht meningkat >20 % dan trombosit <> 20 %
c. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%. Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5 %. Pada keadan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus kembali dikurangi menjadi 3 ml/kg/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat diberhentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kg/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah turun <20>
d. Protokol 4
Penataksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa. Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis/melena atau hematokezia), perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, urin, nadi, pernafasan dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan pmeriksaan HB,Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratorium didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular disseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai HB kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <>3 disertai atau tanpa KID
e. Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa. Bila kita berhadapan dengan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrome syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan /pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tetap termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 l/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Minggu, 14 Juni 2009

Novartis Temukan Vaksin Flu Meksiko




Satu hari setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan terjadinya pandemi, perusahaan farmasi Swiss, Novartis AG, menyatakan telah memproduksi vaksin eksperimen pertama khusus untuk flu Meksiko (virus A-H1N1), Jumat (12/6). Namun, vaksin itu belum diuji coba dan belum bisa digunakan untuk manusia. Vaksin eksperimen itu dibuat di dalam sel dan tidak tumbuh di dalam telur seperti yang biasa terjadi dengan vaksin.

WHO menyebutkan, perusahaan-perusahaan farmasi diperkirakan akan memiliki vaksin untuk melawan virus A-H1N1 yang sudah siap jual setelah September mendatang. Juru bicara WHO, Fadela Chaib, mengatakan, Novartis akan menggunakan 10 liter vaksin eksperimen untuk keperluan uji coba di laboratorium. Kemungkinan vaksin itu juga akan diujicobakan ke manusia.

Novartis menyatakan sampai saat ini sudah ada 30 negara yang meminta jatah persediaan vaksin, termasuk Departemen Kesehatan Amerika Serikat yang telah memberikan uang muka sebesar 289 juta dollar AS sejak Mei lalu.

Belum ada vaksin

Meskipun di Indonesia belum ada vaksin untuk memerangi influenza A-H1N1, masyarakat Indonesia diminta jangan panik. Influenza A-H1N1 telah dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO, sementara vaksin A-H1N1 belum tersedia di Indonesia.

Hal itu dinyatakan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam sebuah konferensi pers, Jumat di ruang VIP Bandar Udara Juanda, Surabaya.

Sebelumnya, Fadilah bertemu dengan kepala dinas kesehatan di seluruh Indonesia untuk menyosialisasikan peningkatan status A-H1N1 menjadi waspada.

”Masyarakat agar tidak panik walau status dinaikkan menjadi waspada. Sampai hari ini belum ada kasus influenza A-H1N1 di Indonesia. Namun, saya minta masyarakat untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dengan menjaga perilaku bersih dan sehat,” ujar Fadilah yang didampingi Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.

Menurut Fadilah, Indonesia belum memiliki vaksin influenza A-H1N1. Ia mengatakan, penyediaan vaksin influenza A-H1N1 sepenuhnya menjadi tanggung jawab WHO. Hanya beberapa negara maju yang memiliki vaksin tersebut.

”Walau di Indonesia belum tersedia vaksin influenza A-H1N1, kita relatif lebih siap menghadapi pandemi influenza ini karena memiliki pengalaman mengantisipasi virus flu burung. Untuk sementara, kita hanya menyediakan tamiflu,” kata Fadilah.

Virus influenza A-H1N1, ujarnya, dapat menyebar melalui kontak langsung dari manusia ke manusia lewat batuk, bersin, atau benda-benda yang pernah bersentuhan dengan penderita. Fadilah menganjurkan masyarakat untuk senantiasa menjaga kebersihan tangan dengan sabun serta tidak bersin atau batuk di depan banyak orang. Bila ada yang menderita influenza, dianjurkan mengenakan masker.

Tjandra menambahkan, influenza A-H1N1 sudah menginfeksi 74 negara di dunia. Tercatat delapan negara yang memiliki kasus influenza A-H1N1 terbesar, yakni Amerika Serikat, Cile, Meksiko, Kanada, Spanyol, Inggris, Jepang, dan Australia. Adapun negara tetangga Indonesia yang terinfeksi influenza A-H1N1 adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

”Kami tidak mengeluarkan travel warning terhadap negara tertentu. Namun, kami menyarankan, yang tengah sakit influenza sebaiknya menunda bepergian ke luar negeri, terutama ke negara-negara yang terinfeksi influenza A-H1N1,” ungkap Tjandra. (AP/LUK/APO)


Sumber : Kompas.com

Sabtu, 13 Juni 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN : PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
(IPD FKUI,1996 ;1134)
1. Pengertian
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)

2. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
• Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
• Ibu alkoholisme.
• Umur ibu lebih dari 40 tahun.
• Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
• Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
 Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
 Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
 Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
 Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
 Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
 Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
 Apnea
 Tachypnea
 Nasal flaring
 Retraksi dada
 Hipoksemia
 Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)
4. Pathways
Terlampir

5. Komplikasi
• Endokarditis
• Obstruksi pembuluh darah pulmonal
• CHF
• Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
• Enterokolitis nekrosis
• Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
• Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
• Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
• Aritmia
• Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
6. Penatalaksanaan Medis
• Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
• Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
• Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)
8. Pengkajian
• Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)
• Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.
• Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
• Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
• Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
• Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
9. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
6. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
7. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.
10. Intervensi
1. Mempertahankan curah jantung yang adekuat :
 Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit
 Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)
 Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)
 Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
 Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload
 Berikan diuretik sesuai indikasi.
1. Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
• Monitor kualitas dan irama pernafasan
• Atur posisi anak dengan posisi fowler
• Hindari anak dari orang yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang cukup
• Berikan nutrisi yang optimal
• Berikan oksigen jika ada indikasi

1. Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :
• Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur
• Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan
• Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
• Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
• Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak

1. Memberikan support untuk tumbuh kembang
• Kaji tingkat tumbuh kembang anak
• Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
• Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat

1. Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai
• Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat
• Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak
• Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama
• Catat intake dan output secara benar
• Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan
• Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak dibatasi.

1. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
• Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang adekuat
• Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal

1. Memberikan support pada orang tua
• Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
• Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
• Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas
• Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
• Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.

11. Hasil Yang Diharapkan
1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
2. Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
3. Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
4. Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
5. Anaka akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
7. Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.

12. Perencanaan Pemulangan
• Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
• Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan kondisi penyakit
• Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
o Teknik pemberian obat
o Teknik pemberian makanan
o Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapa yang akan dihubungi jika membutuhkan pertolongan.

Perkembangan anak menurut Denver II (DDST II)

Pengertian
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1997).
Perkembangan Menurut Denver II
Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.
a. Aspek Perkembangan yang dinilai
Terdiri dari 125 tugas perkembangan.
Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas
Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:
1) Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan
4) Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
b. Alat yang digunakan
 Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).
 Lembar formulir DDST II
 Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya.
c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:
3-6 bulan
9-12 bulan
18-24 3-24 bln
3 tahun
4 tahun
5 tahun
2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.
d. Penilaian
Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = NO).
CARA PEMERIKSAAN DDST II
 Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.
 Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
 Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST.
 Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.
 Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal, Meragukan dan tidak dapat dites.
1) Abnormal
a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia .
2) Meragukan
a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak usia 2 tahun:
Contoh perhitungan anak dengan prematur:
An. Lula lahir prematur pada kehamilan 32 minggu, lahir pada tanggal 5 Agustus 2006. Diperiksa perkembangannya dengan DDST II pada tanggal 1 April 2008. Hitung usia kronologis An. Lula!
Diketahui:
Tanggal lahir An. Lula : 5-8-2006
Tanggal periksa : 1-4-2008
Prematur : 32 minggu
Ditanyakan:
Berapa usia kronologis An. Lula?
Jawab:
2008 – 4 – 1 An. Lula prematur 32 minggu
2006 – 8 – 5 Aterm = 37 minggu
_________ - Maka 37 – 32 = 5 minggu
1 – 7 -26
 Jadi usia An. Lula jika aterm (tidak prematur) adalah 1 tahun 7 bulan 26 hari atau
1 tahun 8 bulan atau 20 bulan
Usia tersebut dikurangi usia keprematurannya yaitu 5 minggu X 7 hari = 35 hari, sehingga usia kronologis An. Lula untuk pemeriksaan DDST II adalah:
 1 tahun 7 bulan 26 hari – 35 hari = 1 tahun 6 bulan 21 hari
Atau
1 tahun 7 bulan atau 19 bulan
Interpretasi dari nilai Denver II
 Advanced
Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut)
 OK
Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil ke-25 dan ke-75
 Caution
Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau diantara persentil ke-75 dan ke-90
 Delay
Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu
Interpretasi tes
 Normal
Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan
 Suspect
Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan
 Untestable
Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90%
Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:
Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer

Reaksi Hospitalisasi

Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,kehilangan,
perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
# Reaksi anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi(0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2.Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
> Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
> Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis
> Pengingkaran/ denial
- Mulai menerima perpisahan
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
- Kehilangan kontrol
- Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman.
Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga
menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau
bekerja sama dengan perawat.
4.Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan
meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg, klp sosial sehingga menimbulkan
kecemasan
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik
Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal
5.Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh
kelompok sebayanya
Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut
Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol
Reaksi yang muncul :
> Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
> Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan
respon :
- bertanya-tanya
- menarik diri
- menolak kehadiran orang lain
# Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
& Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
Takut dan cemas,perasaan sedih dan frustasi:
Kehilangan anak yang dicintainya:
- Prosedur yang menyakitkan
- Informasi buruk tentang diagnosa medis
- Perawatan yang tidak direncanakan
- Pengalaman perawatan sebelumnya
&Perasaan sedih:
Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain
&Perasaan frustasi:Kondisi yang tidak mengalami perubahan Perilaku tidak kooperatif,putus asa,menolak tindakan,menginginkan P.P
&Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di RS: Marah,cemburu,benci,rasa bersalah
INTEVENSI PERAWATAN DALAM MENGATASI DAMPAK HOSPITALISASI
Fokus intervensi keperawatan adalah
- meminimalkan stressor
- memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
- mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
# Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara :
- Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
- Mencegah perasaan kehilangan kontrol
- Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
#Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
2. Modifikasi ruang perawatan
3. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
- Surat menyurat, bertemu teman sekolah
# Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
- Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
- Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
- Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
- Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan
# Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
> Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
> Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
> Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
> Tunjukkan sikap empati
> Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka
# Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
> Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar .
> Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
> Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
> Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
> Memberi support kepada anggota keluarga.
# Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
> Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.
> Mengorientasikan situasi rumah sakit.
Pada hari pertama lakukan tindakan :
- Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
- Kenalkan pada pasien yang lain.
- Berikan identitas pada anak.
- Jelaskan aturan rumah sakit.
- laksanakan pengkajian .
- Lakukan pemeriksaan fisik.
# Pengertian bermain
> Cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari
> Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
# Bermain merupakan kegiatan
- Menyenangkan / dinikmati
- Fisik.
- Intelektual.
- Emosi.
- Sosial.
- Untuk belajar.
- Perkembangan mental.
- Bermain dan bekerja
# Tujuan bemain di rumah sakit
> Untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama di rawat
> Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui permainan
# Prinsip bermain di rumah sakit
- Tidak membutuhkan banyak energi
- Waktunya singkat.
- Mudah dilakukan
- Aman
- Kelompok umur.
- Tidak bertentangan dengan terapi.
- Melibatkan keluarga.
# Fungsi bermain
- Aktifitas sensori motorik
- Perkembangan kognitif
- Sosialisasi
- Kreatifitas
- Perkembangan moral therapeutik
- Komunikasi.
# Klasifikasi bermain
I. Isi permainan
1. Sosial affective play
- Belajar memberi respon terhadap lingkungan
* Orang tua berbicara/memanjakan —- anak senang,tersenyum,mengeluarkan suara,dll
2.Sense of pleasure play
————Anak memperoleh kesenangan dari suatu obyek disekitarnya
—-Bermain air/pasir
3. Skill play
——–>Anak memperoleh keterampilan tertentu
- Mengendarai sepeda,memindahkan balon,dll
4. Dramatic play/tole play
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu
–>Berperan sebagai: Perawat,dokter,ayah,ibu,dll
# Karakteristik Sosial
1.Solitary play
Dilakukan oleh balita ( todler)
Bermain dalam kelompok 1 thn merupakan asyik dengan permainannya sendiri yang berlainan
- Dilakukan oleh balita atau pre school
- Bermain dalam kelompok, permainan sejenis,tak ada interaksi,tak tergantung
- Bermain dalam kelompok,aktivitas sama,tetapi belum terorganisasi dengan
baik
- Belum ada pembagian tugas, bermain sesuai dengan keinginannya
- Bermain dalam kelompok,aktivitas sama,tetapi belum terorganisasi dengan baik
- Belum ada pembagian tugas, bermain sesuai dengan keinginannya
- School age/ adolescant
——>Permainan terorganisasi terencana,ada aturan-aturan tertentu
# Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
1. Tahap perkembangan anak
2. Status kesehatan
3. Jenis kelamin
4. Alat permain

HOSPITALISASI PADA ANAK

Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :
1.Pengalaman yang mengacam
2.Stressor

Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga

Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena :
1.Anak tidak memahami mengapa dirawat / terluka
2.Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari
3.Keterbatasan mekanisme koping

Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1.Tingkat perkembangan usia
2.Pengalaman sebelumnya
3.Support system dalam keluarga
4.Keterampilan koping
5.Berat ringannya penyakit

Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :
1.Takut
1)Unfamiliarity
2)Lingkungan rumah sakit yang menakutkan
3)Rutinitas rumah sakit
4)Prosedur yang menyakitkan
5)Takut akan kematian
2.Isolasi
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus ( masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala ) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung.
3.Privasi yang terhambat
Terjadi pada anak remaja ; rasa malu, tidak bebas berpakaian

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hospitalisasi pada anak
1.Berpisah dengan orang tua dan sibling
2.Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing.binatang buas
3.Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
4.Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
5.Prosedur yang menyakitkan
6.Takut akan cacat atau mati.

Stressor pada Infant
Separation anxiety ( cemas karena perpisahan )
-Pengertian terhadap realita terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat
-Kemampuan bahasa terbatas

Respon Infant akibat perpisahan dibagi tiga tahap
1.Tahap Protes ( Fase Of Protes )
-Menangis kuat
-Menjerit
-Menendang
-Berduka
-Marah
2.Tahap Putus Asa ( Phase Of Despair )
-Tangis anak mula berkurang
-Murung, diam, sedih, apatis
-Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya
-Menghisap jari
-Menghindari kontak mata
-Berusaha menghindar dari orang yang mendekati
-Kadang anak tidak mau makan
3.Tahap Menolak ( Phase Detachment / Denial )
-Secara samar anak seakan menerima perpisahan ( pura-pura )
-Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya
-Bermain dengan orang lain
-Mulai membina hubungan yang dangkal dengan orang lain.
-Anak mulai terlihat gembira

Kehilangan Fungsi dan Kontrol
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak

Gangguan Body Image dan Nyeri
-Infant masih ragu tentang persepsi body image
-Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya, missal : sedih/cemas jika ada trauma atau luka.
-Warna seragam perawat / dokter ( putih ) diidentikan dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.

Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.

STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL ( TODDLER & PRA SEKOLAH
Reaksi emosional ditunjukan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.

Pengertian anak tentang sakit

-Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka.
-Anak mempuyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
-Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.

Separation /perpisahan
-anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua
-anak sering mimpi buruk

Kehilangan fungsi dan control
Dengan adanya kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.

Restrain / Pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas

Gangguan Body Image dan nyeri
-Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi
-Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan

STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
Pengertian tentang sakit
-anak usia 5 – 7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus istirahat di tempat tidur
-Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang di alaminya.

Separation /Perpisahan
-Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi.
-Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsunng lama.
-Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.

Kehilangan Fungsi Dan Kontrol
-Bag anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah dan depresi.
-Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat.

Gangguan body image dan nyeri
-anak mulai menyadari tentang nyeri
-Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka insisi.


STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR
-Anak mulai mulai memahami konsep sakit yang bias disebbkan oleh factor eksternal atau bakteri, virus dan lain-lain.
-Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah

Separation / Perpisahan
-Perpisahan dengan orang tua buakan merupakan suatu masalah
-Perpisahan dengan teman sebaya / peer group dapat mengakibatkan stress
-Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman

Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.

Gangguan body Image
-Anak takut mengalami kecacatan dan kematian
-Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadap alat genitalianya

STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA

Pengertian tentang sakit
-Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks
-Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias mempengaruhi sakit.

Separation / Perpisahan

-Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya.
-Anak juga kadang menghinda dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.

Kehilangan fungsi control
-bagi remaja sakit dapat mempengaruhi fungsi kemandirian mereka.
-Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengncam konsep diri remaja.
-Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri

Gangguan body image

-sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman / peer groupnya.
-Mengalami stress apabila dilakukan pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan organ seksual.

STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK

Bagian integral dari keluargaAnak

Jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga ( Wong & Whaley, 1999)

Bagaimana reaksi orang tua ?

Reaksi orang tua dipengaruhi oleh :
1.Tingkat keseriusan penyakit anak
2.Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
3.Prosedur pengobatan
4.Kekuatan ego individu
5.Kemampuan koping
6.Kebudayaan dan kepercayaan
7 Komunikasi dalam keluarga

Pada umumnya reaksi orang tua
1.Denial / disbelief
Tidak percaya akan penyakit anaknya
2.Marah / merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat anaknya
3.Ketakutan, cemas dan frustasi
-Tingkat keseriusan penyakit
-Prosdur tindakan medis
-Ketidaktahuan
4.Depresi
-terjadi setelah masa krisis anak berlalu
-Merasa lelah fisik dan mental
-Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah
-Berhubungan dengan efek samping pengobatan
-Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan

Bagaimana reaksi sibling ?

Pada umumnya reaksi sibling
-merasa kesepian
-Ketakutan
-Khawatir
-Marah
-Cemburu
-Rasa benci
-Rasa bersalah

Pengaruh pada fungsi keluarga
Pola Komunikasi
-Komunikasi antar anggota keluarga terganggu
-Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik

PENURUNAN PERAN ANGGOTA KELUARGA
POLA KOMUNIKASI
-Kehilangan peran orang tua
-Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan di rawat
-Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisocial.

HOW TO HELP THE CHILDREN COPE WITH HOSPITALIZATION ?
-Preparation for hospitalization is very important with children whenever time permits
-Visit to the hospital
-If the hospital have videos that parents and children can watch together. The best videos are those that are specific to the hospital to be used and those that are tailored to the specific illness and procedures the child with experience.
-The preparation techniques for specific procedures
-Letting the child know why she / he need to be in hospital and when she / he becoming home
-Let the child know what she / he will see, hear, smelt, feel and be expected to do. Reassure a child that he / she is not being punished for some thing they did wrong.
-Understand the child’s feelings, listen to his concerns, fears and fantasies. Remind him that it is ok to be scared or cry.
-Supporting the child
-Give adequate information
can help decrease some of that fear.-Involve parents in caring children, rooming in

Bagaimana mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak
-Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
-Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga.
-Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
-Beri dukungan pada anak dan keluarga
-Beri informasi yang adekuat.

ASKEP DIARE PADA ANAK

PENGERTIAN
• Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
• Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980),
• Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
• Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
• Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
• Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
PATOFISIOLOGI
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

GEJALA KLINIS
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel cekung
g. Kehilangan berat badan
h. Tidak nafsu makan
i. Badan terasa lemah
KOMPLIKASI
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
TINGKAT DEHIDRASI GASTROENTERITIS
a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
• Memberikan asi.
• Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1. Dehidrasi ringan.
1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2. Dehidrasi sedang.
1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3. Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
-1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
-16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
• • Memberikan Asi.
• • Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus bersih.
d. Obat-obatan.
• Obat anti sekresi.
• Obat anti spasmolitik.
• Obat antibiotik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium.
• Pemeriksaan tinja.
• Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
• Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
TUMBUH KEMBANG ANAK
Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan miniatur orang dewasa, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.
Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.
Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.
a. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.
2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya
3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.
4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.
5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.
b. Motorik kasar.
1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.
2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.
3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
c. Kognitif.
a. Berusaha memperluas lapangan.
b. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
c. Mulai mencari benda-benda yang hilang.
d. Bahasa.
Mengeluarkan suara ma.. pa.. ba.. walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.
DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK
a. Separation ansiety
b. Tergantung pada orang tua
c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan
PENGKAJIAN
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
• Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
• Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
• Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
• Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
• Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
• Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
• Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
• Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
• Perkusi : adanya distensi abdomen.
• Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
• Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.
f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
INTERVENSI
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.
EVALUASI
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BRONCHITIS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
2. Etiologi
Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
3. Fatofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
4. Manifestasi klinis
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.
1. Pemeriksaan penunjang
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.
3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
1. Penatalaksanaan
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
1.
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.
7. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
1. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
4. Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
b. Motorik halus
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1. Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
7. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
1. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
2. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
3. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
4. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
2. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
3. Selalu ingin tahu alasan tindakan
4. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
1. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis
b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
2. Diagnosa keperawatan
1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.
7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi
3. Intervensi
Diagnosa 1
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
KH : sekret dapat keluar.
Rencana tindakan :
1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.
2. Lakukan suction sesuai indikasi.
3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam
4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien
6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan
7. Lakukan perkusi dada
8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas
Diagnosa 2
Tujuan : pertujaran gas kembali normal.
KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat
Rencana tindakan :
1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis
2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
3. Beri oksigen sesuai program
4. Monitor AGD
5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman
6. Cegah terjadinya kelelahan
Diagnosa 3.
Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal
KH : Tanda dehidrasi tidak ada.
Rencana tindakan :
1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan)
2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral
3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.
4. Pertahankan keakuratan tetesan infus
5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)
Diagnosa 4.
Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.
KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..
Rencana tindakan :
1. Kaji status nutrisi klien
2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)
3. Timbang BB klien setiap hari.
4. Kaji adanya mual dan muntah
5. Berikan diet sedikit tapi sering
6. Berikan makanan dalam keadaan hangat
7. kolaborasi dengan tim gizi
Diagnosa 5
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak
3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
4. Berikan minum per oral
5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
Diagnosa 6
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien
3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
4. Tekankan perlunya melindungi anak.
5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya
Diagnosa 7
Tujuan : Cemas anak hilang
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.
3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :
a. Pertukaran gas normal.
b. Bersihan jalan napas kembali efektif
c. Intake dan output seimbang
d. Intake nutrisi adekuat
e. Suhu tubuh dalam batas normal
f. Pengetahuan keluarga meningkat
g. Cemas teratasi